Selasa, 07 Juli 2015

wajah pariaman

pesta tabuik




info pariaman

PARIAMAN

adalah salah satu kota yang berada di provinsi sumatera barat, lokasinya berada di sebelah utara padang, dan sebelah timurnya kabupaten padang pariaman, sebelah utaranya berbatasan dengan kabupaten agam, dan sebelah baratnya berbatasan dengan samudera hindia, penduduk di sini kebanyakan keturunan dari suku hindia gujarat atau bangsa keling yang berniaga di sini sejak abad ke 14 masehi.

Menurut laporan Tomé Pires dalam Suma Oriental yang ditulis antara tahun 1513 and 1515[2], kota Pariaman ini merupakan bagian dari kawasan rantau Minangkabau. Dan kawasan ini telah menjadi salah satu kota pelabuhan penting di pantai baratSumatera. Pedagang-pedagang India dan Eropa datang dan berdagang emaslada dan berbagai hasil perkebunan dari pedalaman Minangkabau lainnya. Namun pada awal abad ke-17, kawasan ini telah berada dalam kedaulatan kesultanan Aceh[3].
Seiring dengan kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1663 yang kemudian mendirikan kantor dagang di kota Padang[4] yang kemudian pada tahun 1668 berhasil mengusir pengaruh kesultanan Aceh di sepanjang pesisir pantai barat Sumatera, mulai dari Barus sampai ke Kotawan(?)[5]. Dan kemudian pemerintah Hindia-Belanda memusatkan aktivitasnya di kota Padang, dan membangun jalur rel kereta api antara kota Padang dengan kota Pariaman, sehingga lambat laun pelabuhan Pariaman pun mulai kehilangan pamornya.

Geografi

Kota Pariaman merupakan hamparan dataran rendah yang landai terletak di pantai barat Sumatera dengan ketinggian antara 2 sampai dengan 35 meter diatas permukaan laut dengan luas daratan 73,36 km² dengan panjang pantai ± 12,7 km serta luas perairan laut 282,69 km² dengan 6 buah pulau-pulau kecil diantaranya Pulau Bando, Pulau Gosong, Pulau Ujung, Pulau Tangah, Pulau Angso dan Pulau Kasiak.
Kota Pariaman merupakan daerah yang beriklim tropis basah yang sangat dipengaruhi oleh angin barat dan memiliki bulan kering yang sangat pendek. Curah hujan pertahun mencapai angka sekitar 4.055 mm (2006) dengan lama hari hujan 198 hari. Suhu rata-rata 25,34 °C dengan kelembaban udara rata-rata 85,25 dan kecepatan angin rata-rata 1,80 km/jam

Pariwisata

Kota Pariaman memiliki pantai landai dengan pesona yang indah, saat ini resort wisata telah dibenahi oleh pemerintah kota setempat dalam usaha pengembangan sektor pariwisatanya. Objek wisata pantai Pariaman diantaranya adalah pantai Gandoriah yang berlokasi di depan stasiun kereta api Pariaman, Pantai Kata di Taluk-Karan Aur, Pantai Cermin di Karan Aur, Pantai Belibis di Naras dan memiliki Pusat Penangkaran Penyu pertama dan satu-satunya di Sumatera Barat di Pantai Penyu, Apar, Kec. Pariaman Utara. Selain itu Kota yang bermotto Sabiduak Sadayuang ini juga memiliki 5 (lima) pulau kecil yang tak berpenghuni yang tengah dikembangkan sarana dan prasarananya sebagai destinasi wisata oleh Pemkot Pariaman diantaranya Pulau Angso Duo, Pulau Kasiak, Pulau Tangah, Pulau Ujung dan Pulau Gosong.
Kota ini juga dikenal dengan pesta budaya tahunan tabuik[14][15][16] yang prosesi acaranya diselenggarakan mulai dari tanggal 1 Muharram sampai pada puncaknya tanggal 10 Muharram setiap tahunnya. Saat ini terdapat 2 museum rumah Tabuik yakni Rumah Tabuik Subarang di Jl. Imam Bonjol Samping Balaikota dan Rumah Tabuik Pasa di Jl. Syekh Burhanuddin Karan Aur yang memuat informasi sejarah perkembangan dan pembuatan tabuik beserta replikanya.
Pesta budaya Tabuik telah diselenggarakan sejak zaman kolonial Belanda
Setiap Minggu pagi, Jalan Imam Bonjol salah satu jalan protokol di Kota Pariaman mulai dari Simpang Lapai Cimparuh sampai ke Simpang LLAJ Lama disterilkan dari arus kendaraan untuk kegiatan car free day.[17]

Budaya

Masyarakat di kota Pariaman ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan etnis Minangkabau umumnya. Sebagai kawasan yang berada dalam struktur rantau, beberapa pengaruh terutama dari Aceh masih dapat ditelusuri sampai sekarang, diantaranya penamaan atau panggilan untuk seseorang di kawasan ini, misalnya ajo (lelaki dewasa, dengan maksud sama dengan kakak) ataucik uniang (perempuan dewasa, dengan maksud sama dengan kakak) sedangkan panggilan yang biasa digunakan di kawasan darekadalah uda (lelaki) dan uni (perempuan). Selain itu masih terdapat lagi beberapa panggilan yang hanya dikenal di kota ini sepertibagindo, sutan atau sidi (sebuah panggilan kehormatan buat orang tertentu).
Kemudian dalam tradisi perkawinan, masyarakat pada kota ini masih mengenal apa yang dinamakan Ba japuik atau Ba bali yaitu semacam tradisi dimana pihak mempelai wanita mesti menyediakan uang dengan jumlah tertentu yang digunakan untuk meminang mempelai prianya

catatan kaki, data sebagian di sunting dari wikipedia